Archive for Februari 2011
posted by Unknown on bukan pujangga
posted by Unknown on bukan pujangga
posted by Unknown on bukan pujangga
posted by Unknown on bukan pujangga
melihat aku mewujud diluar aku |
posted by Unknown on catatan harian, filsafat
"Amor Fati, Ego Fatum"
gambar diambil dari sini |
posted by Unknown on bukan pujangga
posted by Unknown on bukan pujangga
posted by Unknown on bukan pujangga
posted by Unknown on bukan pujangga
Aku rindu pada abu.
Tak meminta gelap, juga terang.
Tak meminta malam, juga pagi.
Tak harap derita, juga tawa.
Hanya menggebu, tak pasti.
Tak pasti, hanya memecah ragu!
Tak ragu, hanya membiru.
Dimana haru, tak mesti biru!
Mari melaut, dimana biru kita kayuh bersama.
Seraya membakar dermaga keberangkatan, tak juga tahu dermaga selanjutnya.
Mari membiru,
Bersama aku.
Si abu!
Azhar Rijal Fadlillah
Lembang, 31 Januari 2011
posted by Unknown on bukan pujangga
Aku
Muda, segar, bertenaga, beringas,
Terbakar!
Hanyut, semeraut, kalut, menggumpal, memadat, menyebar,
Terkapar!
Benih kuasa lekat erat dengan nafas,
Sejak peluh lelah mereka, hadir aku dalam derita dunia, membawa kabar, penguasa telah tiba di ujung pagi.
29 Februari, 18 tahun silam.
Sesaat meminjam mata kanan mu untuk mencongkel mata kiri mu.
Entah telah berapa bola mata ku pereteli.
Kini, kamu masuk dalam perangkap ku, hanyut!
Aku tinggalkan senja lelah demi pekat hitam, malam senyap!
Segera ku sadari, kau pun begitu sadar. Sangat sadar, terlampau sadar, mengakar, hingga sulit berkelakar!
Kau mati sampai akar!
Malam hanya sepintas jalan, sejumput senyum, segenggam pasir- yang selalu lenyap di deru ombak pesisir.
Malam datang, mempersiapkan pagi yang berguguran dengan cahayanya, terus meninggi,
kembali terjatuh, rontok habis di ganyang senja. Senja gemetar dengar kokang senjata, diberangus malam, habis tak tersisa!
Kamu sadar, aku sadar.
Kamu terkapar, aku terkapar.
Kamu terpingkal, aku terpingkal.
Kamu bernas, aku bernas.
Kamu aku, aku kamu.
Kamu sadar, aku sadar.
Kamu sadar, aku sadar.
Kita sadar.
Kita sadar ada kelakar di balik senja menuju malam.
Demi harap bagai repetisi, meski melati membunuh Tuhan sang Abadi!
Kita sadar.
Azhar Rijal Fadlillah
31 Desember 2011
posted by Unknown on bukan pujangga
Tunggu aku di stasiun berikutnya, kan ku bawa anak tangga agar mudah kita menapakinya.
Seperti senja yang perlahan menurunkan riuh desir anasir,
membawakannya pada malam yang bersiap menggerogoti sisa-sisa bangkai derita.
Menggantikannya dengan cumbu mesra nan hangat, penuh pesona. Itu lah malam yang selalu hadir,
bedialog dalam diam,
dalam gemetarnya gigi-geligi,
dalam cemas,
esok sinar matahari kembali meninggi.
Kita berhak atas bangkai busuk ini,
Karena ini awal senja menuju malam.
Han
Lembang, 31 Januari 2011
posted by Unknown on bukan pujangga
Pagi yang datang berulang membawa wajah muram,
seperti serangkaian repetisi yang tak pernah usai- kembali membawa rona derita.
Untung kau datang, bau tanah setelah dicumbu hujan.
Meski perlu mencuri waktu, pada mereka yang terlelap.
Cukup memberi nafas pada sisa anak tangga tertinggal.
Terimakasih pencuri waktu, mari kita bunuh sisa derita mereka.
Aku yakin,
Hujan hari ini akan mendatangkan pelangi esok hari.
Seperti asa,
Kini menjadi candu.
Azhar Rijal Fadlillah
Jatinangor, 28 Januari 2011