Diberdayakan oleh Blogger.
.

Sungguh Indah Keberagaman Ini


posted by Unknown on ,

No comments

Pernahkah kalian mendengar gejolak perpecahan karena agama?
Melihat distorsi terjadi di tanah penuh pluralitas ini?
Melihat intimidasi hingga genosida terjadi karena faktor agama?

Gejolak yang ta akan pernah padam di negara yang memiliki tingkat pluralitas dan kompleksitas yang tinggi seperti Indonesia tercinta ini. 

     Kisah mungkin dimulai ketika aku berada didalam ruang kelas Extension Course Filsafat UNPAR yang pada saat itu membahas pluralitas. Ada perasaan ganjil dan sangat berbeda di pertemuan yang ke sekian kalinya itu, aku merasa ada sesuatu yang selama ini aku rasakan namun ta' pernah kusadari. Aku kini duduk bersama diruang yang penuh dengan pluralitas ras, doktrin, religi, gender, dan status sosial. Aku melihat sekeliling dengan penuh takjub, melihat nuansa harmonis sesama peserta dikelas itu. Aku melihat salib Yesus terpasang jelas di dinding-dinding ruangan yang tepat di depannya duduk seorang wanita berjilbab, aku melihat pria setengah baya yang entah mengapa karena penampilannya aku mengasosiasikan dirinya sebagai "pastor" Kristiani, aku melihat disisinya duduk lelaki renta yang khas dengan kaca matanya, aku melihat segerombolan pria yang khas sekali sebagai pria "Indonesia Timur", aku melihat seniman yang aku kenali di acara itu duduk disampingku,dan aku pun berkaca, melihat diriku sebagai bocah kecil yang tidak tahu banyak tentang dunia. Semua hangat duduk bersama bertukar ilmu, tanpa memperkarakan siapa dirinya.
     Kondisi tersebut kurang lebih dapat menggambarkan betapa besarnya setiap individu. Mampu menabrak habis koridor-koridor pembatas dan kategorisasi yang sebenarnya hanyalah konstruksi politis, untuk kepentingan, tidak lebih!
     Mari kita tengok sejenak kondisi sosial yang sedang terjadi. Marak sekali intimidasi-intimidasi yang dilakukan kaum mayoritas terhadap minoritas. Mungkin karena para agamawan  fundamentalis itu merasa kelompoknya/agamanya/dogmanya/ajarannya lah yang paling benar dan dengan begitu, menyalahkan yang lain dirasa perlu. Ahmadiyah contohnya, belakangan ini kasus Ahmadiyah cukup menarik mata tajam yang Tuhan berikan ini. MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang sejatinya sebagai lemabaga intermediator dan "wasit" malah berpihak dan bahkan menggiring opini publik untuk mengklaim Ahmadiah itu sesat. Biarkanlah Agama tumbuh kembang dengan dogmanya masing-masing, berikanlah ruang publik yang bebas untuk bergerak, selama pergerakan itu tidak mengintervensi agama atau pihak lain, dirasa sah-sah saja. Bukankah dasar dari agama itu adalah iman(percaya!), jadi tidaklah pantas seorang "wasit" menyalahkan "kepercayaan" sekelompok orang yang menamakan dirinya Ahmadiyah itu. Aku berdiri bukan dipihak Ahmadiyah dan tidak mungkin pula di pihak MUI.
     Masih banyak kasus-kasus serupa yang berlandaskan kerangka berpikir fundamentalis. Bagiku sebenarnya sederhana saja, mengapa manusia harus memberi label bersalah pada pihak yang tidak sejalan? Apakah jalan yang sedang dijalani ini sudah benar? dan yang lain pasti salah? Aku rasa tidak. Apapun itu, iman tetaplah iman. Bagaimana mungkin dapat menyalahkan apa yang orang lain percayai dengan komparasi dan indikator "kebenaran" atas dasar "kepercayaan"(iman) yang kita miliki? Jelas akan selalu menimbulkan kontradiksi.
     Aku mengamini pendapat yang menyatakan bahwa: "Manusia itu hanya terdiri dari kebenaran sekaligus kesalahan". Tidak ada tendensi agama didalamnya, mau Islam, Katolik, Protestan, Budda, Hindu, atau apapun yang terpenting bukan yang mana yang paling benar, melainkan jalani lah apa yang "diimani" dengan sebenar mungkin. Seperti apa bentuk imannya, bukanlah perkara, karena itu merupakan personalitas setiap individu.
     Janganlah biarkan manusia direduksi dan terkooptasi konstruksi politis yang menjadikan manusia tidaklah menjadi manusia, manusia yang dibentuk menjadi satu kategori, yang menjadikan dikotomi religiusitas mengakar kuat. Ada kondisi dimana label agama tidak dipandang penting, seperti dalam kerja bakti, proses belajar di kelas, dan  interaksi sehari-hari. Ketika Agama bergelut dengan urusan keTuhanan, maka proses ritual penyembahan barulah menjadi berbeda, bahkan tidaklah menutup kemungkinan individu yang seagama namun Tuhannya berbeda. Adakah yang dapat menjamin seluruh umat Islam Menuhankan Tuhan yang sama?. Tuhan itu metafisik, sehingga ada dalam imaji dan ranah iman. Maka sangat memungkinkan perwujudanNya akan bersifat sangat personal.
     Mari kita hancurkan koridor-koridor pembatas dalam kehidupan religius kita, karena sesungguhnya tujuan seluruh umat beragama adalah kebenaran. Setiap agamapun akan mengklaim agamanya lah yang paling benar dan paling diterima disisi Tuhan. Namun adakah yang dapat menjawab dan memastikan pertanyaanku:
"Tuhan, Agamamu apa?"
     Bagiku umat Islam akan menjawab Islam, umat Kristiani akan menjawab Kristen, dan seterusnya. Akankah pluralitas itu selalu dijadikan masalah?

***
Aku berjalan perlahan keluar dari ruang kelas ini bersama mata sayu'ku yang menatap sekeliling,
Sungguh indah keberagaman ini......

Leave a Reply

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...