Diberdayakan oleh Blogger.
.

Archive for Desember 2010

Postmodernisme; "Menuju Peradaban Baru" (Extension Course Filsafat UNPAR, 17 Des'10)


posted by Unknown on

No comments



Postmodernisme ditandai dengan fenomena yang sebagaian besar bersifat paradoksal, yang mengakibatkan masa depan semakin tidak terprediksi. Grand Narrative yang runtuh, serta ragam kebenaran yang ditawarkan di pasar-pasar seperti komoditas barang asongan.
Bambang SugihartoExtension Course Filsafat UNPAR, 17 Desember 2010





Ketika masa depan sudah tidak dapat diprediksi, science yang mengusung semangat medekati "representasi" alam nyata kini semakin tidak laku, alih-alih kehilangan kewibawaannya. Pandangan tentang masa depan pun bukanlah lagi bersifat visioner ataupun idealistik, melainkan semata-mata hanya berdasarkan fenomena yang mencuat pada saat ini saja, dapat diuraikan seperti berikut:

1. Perkembangan kesadaran kolektif global kian luas vs kecenderungan konservatif sempit atas kepentingan lokal
Manusia kini menciptakan serta me-redefinisi-kan kembali dunia dengan cara yang sungguh sangat personal melalui interaksi yang saling bertegangan itu. Akibatnya, kesadaran kini tidak lebih dari sebuah produk negosiasi tarik menarik kepentingan global dan lokal.

2. Komunitas virtual kian menandingi komunitas aktual
Kini komunikasi tidak lagi dari sebagian ke banyak, melainkan dari banyak ke banyak. Terjadi de-teritorialisasi interaksi (Deluze-Guattari).

3. Tendensi kontrol singular vs sudut pandang yang makin plural, mobile, dan dinamis
Dahulu orang masih bicara tentang dominasi, hegemoni, ataupun konspirasi yang menunjuk pada pusat-pusat kekuasaan tertentu sebagai aktor segala peristiwa. Sudut pandang seperti ini memang lebih mudah karena mengusung semangat anti-kompleksitas, tapi bagi orang-orang yang mau berpikir lebih menjaga kedalaman, sudut pandang ini terkesan terlalu generalis. Kini, keadaan sudah tidak se-sederhana itu, kini "panorama" disaingi oleh "diorama" yang plural dan konstelasinya berubah-ubah (Bruno Latour). Kini sudah terlalu banyak "pusat" sehingga orang cenderung terjebak dalam kebingungannya menentukan keberpihakan.

4. Kebudayaan kaku vs dunia baru yang sangat personal
Kebudayaan sebagai sistem baku pun kini terus menerus diperkarakan dan di-redefinisi kembali melalui ragam percampuran hibrida. Semuanya kini menjadi sangat personal. Agama, kode etik, hukum, dll menjadi usang- digantikan penciptaan baru dunia oleh individu dengan cara yang sangat personal.

5. Demokratisasi makna
Merupakan konsekuensi logis atas semua yang terjadi. Maka pola legitimasi pun bergeser dari acuan norma-norma transenden ke arah proses-proses dialog imanen antar lawan bicara. Hasilnya, segala bentuk "yang baik" dan "yang benar" menjadi mutlak milik antar individu yang berinteraksi dan sifatnya tidak mungkin permanen, akan selalu mengalami re-definisi.

6. Perbedaan dianggap lebih penting dari identitas
Manusia kian sadar bahwa dunia manusia adalah dunia makna simbolik yang tidak pernah bisa ditangkap melaluin rumusan-rumusan pasti, filsafat pun kembali ke persoalan bahasa dan metafor. Maka dalam interaksinya, manusia selalu berupaya membedakan diri sebagai perwujudan identitas otentiknya. Tekanan pada perbedaan berarti bahwa diri pun mengalami terus menerus pembedaan melalui aneka hubungannya. Pada gilirannya, manusia kian memiliki kesadaran terhadap kompleksitas.


Berbagai fenomena paradoksal diatas menunjukkan kondisi masyarakat yang menuju "anomali", maka agar tetap tampak "ber-adab" manusia mestilah bertumbuh terus menuju kesadaran nilai yang lebih tinggi.

***

Ketika kehidupan (peradaban) kini tanpa telos, setelah semuanya ter-dekonstruksi. Ini menjadi peluang bagus untuk saling menciptakan ulang dunianya melalui interaksi bersama. Lalu dibutuhkan semacam refleksi, namun bukan refleksi semacam gaya Cartesian, ini sebuah reflektivitas-dialogis;
"Kesadaran diri adalah sesuatu yang rapuh, yang terus menerus dirumuskan dan dibongkar melalui hubungan dialogis dengan liyan"  -Levinas-

Reflektivitas-dialogis ini diperlukan karena sistem-sistem normatif eksternal tak bisa lagi diandalkan.
Semuanya kini telah runtuh bersama riuhnya pesta postmodernisme.
Tidak ada lagi yang dapat manusia pegang dengan kuat.

Bersiaplah wahai kaum manusia, dunia tua meninggalkanmu dari belakang.
***


*) Dibuat Sebagai review atas kelas Extension Course Filsafat UNPAR, 17 Desember 2010 ( "Menuju Peradaban Baru")





















Azhar Rijal Fadlillah
18 Desember 2010


Lebenswelt Husserl


posted by Unknown on

No comments

Lebenswelt Husserl

Gambar diambil dari sini


Yang dimaksud dengan Lebenswelt ini tiada lain adalah aliran kehidupan langsung sebelum direfleksikan, lapisan dasar yang kemudian memunculkan tematisasi dan teoretisasi ilmiah. Ini adalah dunia yang kita hayati sehari-hari secara kongkret, dunia yang mendahului pemilahan modern menjadi subjektif dan objektif. Dengan kata lain ini adalah dunia prailmiah yang dihayati sehari-hari, yang sebenarnya melandasi segala konstruksi ilmiah dan bahkan diandaikan olehnya. Sebagaimana ditekankan oleh Husserl sendiri berkali-kali, segala bentruk konstruksi ilmiah hanyalah idealisasi, abstraksi dari dan penafsiran tentang dunia prareflektif kehidupan langsung ini. Dari sebab itu, konsepsi-konsepsi ilmiah haruslah dianggap semata-mata sebagai cara pandang tertentu saja atas dunia tersebut atau cara tertentu untuk menggauli dunia tersebut sesuai dengan tujuan tertentu pula. Dengan demikian yang disebut dunia “objektif” sebetulnya hanyalah penafsiran tertentu saja atas dunia pengalaman hidup sehari-hari yang mengatasi dan mendahului kategori-kategori objektivistik maupun suubjektifistik.

Husserl menguraikan soal “dunia kehidupan” dengan cara mempertemukannya dengan dunia ilmiah-matematis. Metode ilmiah adalah suatu konstruksi yang mengidealisasi- berdasarkan apa yang terlihat- dan diyakini oleh para ilmuwan bahwa apa yang terlihat itu tetaplah sama kendatipun yang melihat itu bukan ilmuwan. “Dunia kehidupan” bukanlah sebuah dunia idealitas geometris, melainkan sebuah dunia yang bahkan karakter ruangnya pun sebetulnya tak pernah sedemikian jelas dan gamblang. Manakala dalam dunia ilmiah tadi peran intuisi coba dihindari, dalam dunia kehidupan justru berperan sentral. Dunia kehidupan adalah medan evidensi natural asali. Kepada dunia itulah para ilmuwan harus mengembalikan teorinya untuk diverifikasi. Dunia kehidupan adalah dunia pengalaman langsung sementara dunia ilmiah adalah dunia yang sudah termediasi.

Gagasan tentang dunia-hidup tadi dengan demikian sudah menggerogoti klaim-klaim dari pihak ilmu yang menganggap dirinya bebas praduga dan memiliki fondasi tak tergoyahkan. Husserl sendiri kiranya tak menduga akan muncul kesimpulan macam ini. Tapi para penerusnya ternyata memang menemukan bahkan lebih dari yang sempat terpikirkan olehnya. Konsekuensi radikal dari upaya Husserl untuk menjadikan filsafat sebuah ilmu keras dengan logika yang ketat (senada dengan kerinduannya untuk menjadikan filsafat seperti masa tradisi metafisik-platonik) telah dirumuskan oleh Gadamer; “Pemikiran filosofis bukanlah ilmu sama sekali. Tak ada klaim tentang pengetahuan definitive kecuali satu; pengakuan atas keterbatasan manusia itu sendiri.”
- I. Bambang Sugiharto- "Postmodernisme"

Begitu pun dengan paparan sederhana ini,
Hanya sekadar menemui batas akhir keterbatasan, yang entah sampai dimana.



Azhar Rijal Fadlillah
13 Desember 2010

Para Penggiat Pagi


posted by Unknown on

No comments

Hujan pagi ini seolah bergumam malu, di kedalaman.
Menghantar pilu pada mereka -penggiat hari,
Lantas meneriakkan jerit luka di tubuh-tubuh gemetar.
Maka bawakan lah padaku sinar itu, betapa pun mustahil nya.
Karena hangat nya memberi ku arti untuk tegar mengeja hari,
di rutin nya pagi yang berulang membawa wajah muram.

























Azhar Rijal Fadlillah
11 Desember 2010

Postmodernisme: Kebangkitan Neospiritualitas


posted by Unknown on

No comments


Bangunan itu sudah usang- sakit di mata bila melihatnya.
Pun pondasi nya sudah renta digerayangi guncangan bumi yang tidak henti-henti nya menjamah.
Namun jauh di dasar sana, tersimpan memori kolektif akan sisa-sisa semangat masa lampau.
Entah itu pun akan ikut serta berpesta dalam riuh nya postmodern, aku tak tahu.




 Agama di Era Postmodernisme: Kebangkitan neospiritualitas (misitisme, ocultisme dan takhayul)

Gambar diambil dari sini

Postmodernisme merupakan gerakan pemikiran, seni, sosial , agama dan budaya Yang menjadi titik balik dari modernisme. Peradaban modern dibangun atas narasi-narasi besar (Grand naratif) ex emiprisme, komunisme, fasisme, logos, spirit dll. Peradaban tersebut dibangun berdasarkan klaim-klaim universalitas, rasionalitas, sentralisme, ketunggalan yang terstruktur kuat dalam oposisi biner (Binary opposition) yakni benar/salah, baik/buruk, kaya/miskin moral/amoral. postmodernisme menolak segala bentuk grand narasi yang menjadi tumpuan peradaban modernisme. Posmo mengembangkan antifondational, antiidiologi, antiunversalisme, antiteori, antikemutlakan anti sentralisme, antiepistemologi, antistructur, antirasionalisme.

Kecenderungan postmodern untuk menolak segala bentuk narasi besar dengan segala fondasinya (spirit, logos, Being, sistem) dapat pula diartikan sebagai penolakan terhadap agama-agama besar (agama samawi), yaitu agama-agama yang memiliki klaim universal, kebenaran tunggal yakni Islam, Kristen dan yahudi. Yang Mereka tolak adalah klaim kebenaran universal yang dimiliki oleh ajaran-ajaran agama tersebut, tidak agama-agama itu sendiri karena tetap dihargai dalam kerangka pluralisme. Penolakan postmodern terhadap narasi besar dalam agama-agama telah mendorong kearah pembangkitan kembali (Revivalisme) kepercayaan-kepercayaan klenik kuno (primordial). Postmodern sebaliknya cenderung mengembangkan agama-agama noninstitusional serta konsep-konsep baru  tentang spiritualitas yang terlepas dari konsep-konsep dari agama- agama samawi. Postmodern lebih cenderung menggali dimensi supranatural, ocultisme, mistis, magis. Sehingga bermunculanlah konsep primordial seperti praktek tarot, horoskop, astrologi, tenaga dalam, Yoga, I ching, ajaran-ajaran mistik timur, meditasi, mumi, manusia serigala, vampir, pengobatan alternatif jarak jauh, petunjuk arwah, dll. Begitu juga ada upaya penggalian yang tak henti-hentinya terhadap ilmu hitam, racun, sihir hantu dan iblis.

Tak heran jika novel berbau-bau sihir dari J.K Rowling Harry Potter and the Sorcerers stone meledak dipasaran, atau film seperti lord of the ring dan laris manisnya buku tentang yoga, meditasi, mistisme, psikologi metafisika, aura merupakan gambaran obsesi masyarakat postmodern terhadap spiritualitas dangkal, spiritualitas yang berpusat pada pemenuhan nafsu-nafsu tubuh. Menciptakan paham-paham sinistik atheistic yang cenderung menghina dan merendahkan symbol-simbol agama dan melecehkan konsep ketuhanan dan membuat keyakinan-keyakinan sempalan, nyeleneh dan ocultism.

Selain itu posmo juga cenderung mengembangkan dan menghidupkan kembali sekte-sekte sesat yang bersifat eklusif, membangun penyimpangan-penyimpangan agama. Hal ini disebabkan Wacana ekonomi dan industrialisasi gagal memberikan iklim yang sehat bagi berkembangnya rasionalisme di kalangan masyarakat, maka dunia mistik dan irasionalitas pun mendapat tampat kembali di hati masyarakat. Masyarakat semakin antusias terhadap sensasi dunia supranatural. Hingga betapa banyak masyarakat kita lebih mempercayai ramalan mistik ketimbang analisis rasional dan argumentasi sehat dari para ulama dan agama. Bahkan dunia politik pun memerlukan analisis mistik (paranormal). Begitu juga dunia bisnis, yang menjadikan sector mistik ini begitu laris, sehingga memungkin kan mereka membuka office di perkatoran modern, dengan fasilitas internet dan handphone. Para Eksekutif rela mengeluarkan beberapa juta untuk membeli ramalan, jimat atau jin.

Inikah hasil yang diharapkan dari eskapisme masyarakat kontemporer dari nilai-nilai agama??? ketika gaung rasionalisme yang diwadahi oleh semangat modernisme telah gagal membuktikan klaimnya sebagai gerakan pencerahan umat manusia. Postmo merupakan parodi dan kritik terhadap klaim-klaim modernisme yang dianggap gagal dan omong kosong besar dalam peradaban umat manusia. postmo lahir sebagai bentuk ekspresi frustasi dan eskapisme dari modernisme. Sehingga postmo memparodi segala sesuatu termasuk dirinya sendiri akhirnya yang kita lihat hanyalah parodi dari segala sesuatu semuanya serba parodi.


Dalam kebingungan serta perjuangan iman melawan ego,



1 Desember 2010
Azhar Rijal Fadlillah

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...