Malam sudah terlalu
tua kasih,
Tak ada tempat lagi
untuk bersembunyi.
Dibalik gelapnya,
demit sudah beranak-pinak.
Membuat gaduh gemuruh
sejauh mata mampu memandang.
Kemudian kamu
bersenandung,
Kemana lagi aku harus
mencari sunyi? Memuja lirih.
Kemana lagi aku harus
menetap?
Sembunyi dari derap
yang tak henti.
Dari segala demit dan
arwah yang tak lelah meminta mata untuk melihat.
Mereka terlalu purba
untuk menjadi sajak yang selalu meminta jarak.
jika
dengan darah saja tak cukup,
harus
dengan apa lagi aku memacu detakmu?
Jatinangor,
28 Februari 2012